#11. Nona & Derita Windu

"Winduuuu? Ya Allah. Kamu kenapa?" Raut wajah wanita tua itu terlihat sangat cemas. Windu tak berucap sepatah kata pun. Seketika badannya tersungkur ke arah wanita yang sudah semakin renta. Neneknya semakin cemas. Berusaha sekuat tenaga menahan badannya agar tak terjatuh bersama terhempas ke lantai. Namun tulangnya tak lagi kuat. Kakinya terlalu lemah untuk tetap berdiri kokoh saat melihat cucu kesayangannya dengan kondisi menyedihkan. Entah apa yang dipikirkan Sang Nenek.

Tak berapa lama seseorang berjas putih memasuki rumah Nenek, lalu menuju kamar yang ditempati Windu. Dengan sigap ia bersiap ingin memeriksa keadaan Windu.

Nenek masih berdiri dengan cemas menatap nanar ke arah Windu. Anak bungsunya tak menyahut telepon. Windu tak sadarkan diri. Nenek bingung dengan keadaan yang terjadi saat itu.

Dokter itu sedang berusaha memeriksa menggunakan stetoskopnya. Lalu tiba-tiba tangan Sang Dokter dicegat. Windu terbangun dan teriak sekuat tenaga.

"Jangan. . . Ampuuuun. . .," seketika Windu berdiri dari kasurnya. Ia terlihat bingung. Melihat kiri dan kanan. Lalu menuju pojokan kamar. Jongkok dan merapatkan kedua lututnya mendekati dada.

Dokter itu ketakutan. Barkali-kali ia mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Nenek mengerutkan dahi, aneh melihat tingkah Windu. Perlahan ia mencoba mendekati Windu yang menangis di pojok kamar. Langkah Nenek sangat pelan. Dijaganya irama langkah kaki itu agar tak merusak suasana aneh yang sangat mencekam di atas teriknya sinar mentari.

"Windu sayang. Ini nenek. Kamu tenang ya," nenek berusaha meraih kepala Windu. Mendekapnya dengan erat. Tak kuasa lagi tangisan Windu semakin menjadi. Nenek pun turut menangis melihat keadaan cucunya.

☆☆☆

Senin itu menjadi hari buruk bagi Windu. Nenek langsung terkena serangan jantung saat mendengar pengakuan Windu. Seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya. Namun, tak kunjung pulangnya anak bungsu Nenek memperkuat perkataan Windu. Juga semakin memperburuk keadaan Nenek. Dua hari dihabiskan Nenek dalam ruang ICU. Jantungnya tak kuat menerima kenyataan. Ia juga tak kuasa lagi melihat dunia atau sekedar menuangkan susu untuk cucu kesayangannya. Nenek pergi meninggalkan Windu untuk selamanya. Nenek pergi di saat Windu sedang butuh-butuhnya perlindungan dan kasih sayang.

Setelah kepergian Nenek, Windu sepenuhnya berada di tangan Nona Klandestin. Jurnalis investigasi yang dipercayai Nenek. Meski tidak kuat dengan kenyataan yang ada, Nenek tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk cucunya. Dihubunginya Nona untuk membantunya dalam proses penyidikan. Nenek sangat yakin, jurnalis jujur seperti Nona tidak akan menganggap remeh kasus yang menimpa cucunya. Kasus yang juga melibatkan anaknya. Dilimpahkannya permasalahan Windu pada Nona. Nenek berharap penuh agar Nona dapat membuang derita-derita Windu, meski ia tak sempat mengucapkannya.


☆☆☆

Tanjungbalai 07 Januari 2018
Ditulis untuk memenuhi #30DaysWritingChallenge #2

☆☆☆

Baca episode sebelumnya di sini:
Episode #1: Selimut Tua
Episode #2: Peramal
Episode #3: Pengamat
Episode #4: Jurnal Harian
Episode #5: Ruang di Ujung Lorong
Episode #6: Hujan dan Sebuah Memori
Episode #7: Potongan Masa Lalu
Episode #8: Lima Puluh Menit Windu
Episode #9: Sentuhan yang Mengeluarkan Air Mata
Episode #10. Pada Tahun 2010 Silam

Comments

Popular posts from this blog

Eksotisme Pulau Banyak

Suka Duka Menjadi Asisten Peneliti

Dear Zindagi