#14. Seseorang Dari Masa Lalu

Sesi terapi terakhir yang dijalani Windu telah memberikan banyak perubahan dalam hidupnya. Tatapan mata Windu sudah kembali bersinar. Senyumannya tak lagi terlihat palsu, karena tak ada lagi luka serta duka yang berusaha disangkal.

Sore hari yang cerah, Windu berusaha menikmati waktu kesendiriannya. Ia sedang mencoba meresapi semua pembelajaran hidup yang telah dilalui. Di sudut ruang, di meja yang sama seperti beberapa waktu lalu, ia menghabiskan waktunya ditemani secangkir cappucino yang sudah sejak lama terabaikan. Masalah yang kembali menghantuinya menjadikan Windu mengabaikan hal-hal kecil yang membuatnya bahagia, seperti rasa bahagia saat menikmati secangkir cappucino favoritnya.

Selain cappucino hangat miliknya, juga ada sebuah buku dengan coretan tinta yang masih segar. Sesekali ditatapnya buku yang terbuka itu sambil tersenyum. Windu baru saja merumuskan kehidupan baru yang hendak dijalaninya.

Senin sore ini tak banyak yang berkunjung ke kafe. Suasana pun jauh dari kata riuh dan gemuruh suara orang-orang. Hanya ada Windu serta sepasang manusia yang terlihat mabuk asmara di sudut berbeda, juga seorang lelaki yang sibuk dengan laptop serta dikelilingi kertas yang berserakan. Tentunya juga ada bartender yang sudah sangat hafal dengan wajah Windu, serta beberapa pekerja lagi.

"Hai, sendiri aja, boleh gabung?" Suara seseorang menyadarkan Windu dari dunianya.

"Ehh?" Windu terlihat bingung karena si pemilik suara langsung mengambil posisi duduk sebelum diperbolehkan bergabung.

"Mana teman-teman yang biasa sama kamu?" Tanya orang itu pada Windu.

"Aku sengaja datang sendiri karena aku mau sendiri," ucap Windu berharap lawan bicaranya mengerti maksud perkataannya.

"Ohh aku paham. Kalau gitu, sore ini aku yang temani kamu, boleh?" Lelaki itu memimpin pembicaraan. Windu mengangkat kedua bahunya, tak berkata apa pun.

"Kamu suka duduk di kafe ini?" Ia bertanya sambil tersenyum, memamerkan lesung pipi yang mempermanis senyuman itu.

"Favoritku sih ini," jawab Windu seadanya.

"Waahh, sama dong. Ini juga favoritku."

"Ihh, kuno tau," Windu seolah meledek.

"Kok kuno?"

"Iya, kan itu cara-cara kuno untuk deketin cewek. Aku bisa meramal loh. Ehh, kok kayaknya pernah lihat kamu. Wahh, sama dong kita."

Lelaki itu tertawa melihat gaya Windu menirukan kalimat kuno dalam dunia percintaan. Windu pun tertawa.

"Kamu yang kreatif dong," sahut Windu menghentikan tawa Satya.

"Baiklah. Aku emang kuno," Satya pasrah dengan tudingan Windu.

Pembicaraan mereka mengalir begitu saja. Satya dengan gesit membuat percakapan menjadi menyenangkan. Windu tak lagi terlihat enggan menjawab pertanyaan dari Satya, lelaki misterius yang belakangan ini mengusik hidupnya. Sesekali terdengar tawa dari keduanya. Windu menikmati pembicaraan bersama lelaki berhidung mancung itu.

"Kamu benar-benar tidak mengenaliku?" Satya mengubah topik pembicaraan.

"Lahh? Kan kita baru kenalan," Windu sedikit tertawa, masih ada sisa kelucuan cerita Satya sebelumnya.

"Aku kenal kamu sudah sejak lama. Kamu tidak bisa mengingatnya?" Satya memperlihatkan wajah serius. Windu terdiam. Ditatapnya wajah lelaki di hadapannya ini sambil berusaha mengingat wajah Satya. Lumat sekali. Lalu Windu menggelengkan kepalanya, "aku tak mengingatmu sama sekali."

"Kamu ingat, di tahun 2010? Aku, Satya!"

Windu ternganga. Pupil matanya melebar. Sesaat jantungnya berhenti berdetak, lalu memompa darah dengan sangat kencang. Telapak tangannya basah.

Tahun 2010? Tahun terburuk dalam hidup Windu!

'Siapa Satya?' Tanya Windu dalam hatinya.

☆☆☆
Tanjungbalai, 12 Januari 2018
Ditulis untuk memenuhi #30DaysWritingChallenge #2

☆☆☆


Comments

Popular posts from this blog

Eksotisme Pulau Banyak

Suka Duka Menjadi Asisten Peneliti

Dear Zindagi